Haji - Umrah, Mitra haji dan umrah, siapa yang tak bersedih dan mau
merelakan jika anak yang dinantikan kehadirannya berpuluh-puluh tahun justru
harus dikurbankan sebagai bukti pengabdian kepada Allah swt? Namun, ujian berat
tersebut telah berhasil dilalui oleh manusia-manusia pilihan Allah swt. Mereka
berhasil melalui ujian tersebut, yang memang diberikan Allah swt untuk menguji
tingkat keimanan mereka. Dalam sejarah Islam, tercatat dua peristiwa besar
terkait dengan ujian berupa pengurbanan anak mereka.
Pengurbanan Nabi
Ismail dan Nabi Ibrahim
Nabi Ibrahim a.s. Dialah yang
mendapat julukan sebagai “Bapak Kaum Beriman”. Diawali dengan kisahnya dalam
mencari Tuhan, yang dipenuhi dengan aktivitas berpikir logis akan keberadaan
Tuhan yang Maha Pencipta. Lewat kedalaman berpikir dan perenungannya akan alam
semesta, didapatilah keimanan yang sesuai fitrahnya, memuaskan akalnya, dan
menentramkan hatinya akan adanya Allah Swt.
Ujian pun datang saat ia harus
mempertahankan keyakinannya akan adanya Tuhan yang maha Pencipta, yang sama
sekali berbeda dengan makhluknya. Ditunjukkanlah cara berpikir kepada Raja
Namruz dan orang di sekitarnya bahwa patung yang selama ini mereka sembah tidak
memiliki daya apapun untuk menolong dirinya sendiri. Diambilnya kapak, lalu
dihancurkannya patung-patung berhala. Demi menghadapi raja dan para pemuja
patung yang telah kalah argumen dalam debat keimanan itu, Nabi Ibrahim harus
menghadapi hukuman bakar. Namun, Allah Swt berkenan menyelamatkannya.
Ujian selanjutnya adalah nabi
Ibrahim tidak memiliki anak hingga lanjut usia. Ia sangat berharap akan
memperoleh keturunan yang akan meneruskan dakwahnya. Tahun demi tahun berlalu,
sang anak yang diharapkan belum juga lahir ke dunia. Padahal, ia telah berumur
senja. Atas tawaran isterinya, Siti Sarah, Nabi Ibrahim menikahi Siti Hajar.
Dari isteri kedua inilah, lahir seorang bayi yang sehat, cerdas, dan kuat. Dia
adalah Nabi Ismail.
Belum hilang rasa gembiranya akan
lahirnya sang putera, ujian kembali datang. Nabi Ibrahim harus memindahkan Nabi
Ismail dan Siti Hajar di sebuah padang tandus yang sulit ditemukan air dan
tanaman. Ungkapan sedih ini terabadikan dalam QS. Ibrahim, yang berbunyi:
“Wahai Rab kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku
di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman, di dekat rumah Engkau (baitullah)
yang dihormati. Yang demikian itu agar mereka mendirikan shalat. Maka
jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rizkilah
mereka dari buah-buahan, semoga mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim: 37)
Ujian pun datang menghampiri Siti Hajar dan Nabi Ismail hingga ditemukannya
air Zam-Zam. Awalnya,
Mata air Zam-zam
diperlihatkan pertama kali oleh malaikat jibril ketika menolong Nabi
Ismail yang sedang kehausan. Orang
pertama yang meminumnya adalah Siti
Hajar (ibunda Nabi
Ismail) dan
Nabi Ismail. Adapun suku
yang pertama kali memanfaatkannya adalah
Suku Jurhum
saat kembali dari perjalanan dagang dari kota Syam. Sementara
orang yang pertama kali menggali dan
memperdalamnya
adalah Nabi Ibrahim.
Ketika Nabi Ibrahim kembali menemui Nabi Ismail dan Siti
Hajar, tempat tersebut telah berubah. Anak dan isterinya tidak lagi sendiri
karena telah ada Suku Jurhum yang tinggal bersama mereka. Nabi Ismail telah
tumbuh menjadi seorang remaja.
Betapa bahagia hati Nabi Ibrahim karena telah ada
generasi yang akan melanjutkan dakwahnya kelak. Diajaknya Nabi Ismail untuk
bersama-sama membangun Ka’bah. Namun, ujian kembali datang. Kali ini, Allah
meminta Nabi Ibrahim untuk mengurbankan Nabi Ismail. Lewat mimpi, pesan itu
datang dalam gambaran dirinya menyembelih Nabi ismail.
Sedih dan miris, itulah yang mungkin dirasakan Nabi
Ibrahim. Di saat putera yang diidamkan selema berpuluh-puluh tahun hadir, kini
sang putera justru harus dilepaskannya kembali. Namun, kecintaan kepada Allah
Swt di atas segalanya. Dicobanya untuk berkomunikasi dengan Nabi Ismail.
Hasilnya, putera Sang Nabi yang telah ditempa ujian keimanan itu pun
menunjukkan ketaatan pada perintah Allah Swt.
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama
Ibrahim, Ibrahim berkata: ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi
bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!’ Ia menjawab: ‘Hai
bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar’.” (QS. As-Shaffat : 102)
Dengan penuh keikhlasan dan
berharap ridha dan cinta Allah Swt, Nabi Ibrahim melaksanakan perintah
tersebut. Namun ketika pisau telah siap mengenai leher Nabi Ismail, seketika
itu pula Allah Swt mencegah beliau:
“Maka tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan
anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah
dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu",
sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat
baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak
itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu
(pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian.”
(As-Shaffat, 103-108)
Nah, inilah ujian berupa pengurbanan jiwa untuk Allah
yang pertama. Pengurbanan yang selalu diperingati dalam salah satu hari besar,
yaitu Idhul Adha. Sebuah hari di mana para jamaah haji menyelesaikan hajinya
dan menyembelih hadyu. Hari di mana
umat Islam di seluruh dunia merayakan selesainya rangkaian ibadah haji yang telah
dilakukan jamaah haji di tanah suci. (RA)