Laman

Dua Ujian Pengurbanan Di Tanah Suci (1): Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim


Haji - Umrah, Mitra haji dan umrah, siapa yang tak bersedih dan mau merelakan jika anak yang dinantikan kehadirannya berpuluh-puluh tahun justru harus dikurbankan sebagai bukti pengabdian kepada Allah swt? Namun, ujian berat tersebut telah berhasil dilalui oleh manusia-manusia pilihan Allah swt. Mereka berhasil melalui ujian tersebut, yang memang diberikan Allah swt untuk menguji tingkat keimanan mereka. Dalam sejarah Islam, tercatat dua peristiwa besar terkait dengan ujian berupa pengurbanan anak mereka.

Pengurbanan Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim
Nabi Ibrahim a.s. Dialah yang mendapat julukan sebagai “Bapak Kaum Beriman”. Diawali dengan kisahnya dalam mencari Tuhan, yang dipenuhi dengan aktivitas berpikir logis akan keberadaan Tuhan yang Maha Pencipta. Lewat kedalaman berpikir dan perenungannya akan alam semesta, didapatilah keimanan yang sesuai fitrahnya, memuaskan akalnya, dan menentramkan hatinya akan adanya Allah Swt.

Ujian pun datang saat ia harus mempertahankan keyakinannya akan adanya Tuhan yang maha Pencipta, yang sama sekali berbeda dengan makhluknya. Ditunjukkanlah cara berpikir kepada Raja Namruz dan orang di sekitarnya bahwa patung yang selama ini mereka sembah tidak memiliki daya apapun untuk menolong dirinya sendiri. Diambilnya kapak, lalu dihancurkannya patung-patung berhala. Demi menghadapi raja dan para pemuja patung yang telah kalah argumen dalam debat keimanan itu, Nabi Ibrahim harus menghadapi hukuman bakar. Namun, Allah Swt berkenan menyelamatkannya.

Ujian selanjutnya adalah nabi Ibrahim tidak memiliki anak hingga lanjut usia. Ia sangat berharap akan memperoleh keturunan yang akan meneruskan dakwahnya. Tahun demi tahun berlalu, sang anak yang diharapkan belum juga lahir ke dunia. Padahal, ia telah berumur senja. Atas tawaran isterinya, Siti Sarah, Nabi Ibrahim menikahi Siti Hajar. Dari isteri kedua inilah, lahir seorang bayi yang sehat, cerdas, dan kuat. Dia adalah Nabi Ismail.

Belum hilang rasa gembiranya akan lahirnya sang putera, ujian kembali datang. Nabi Ibrahim harus memindahkan Nabi Ismail dan Siti Hajar di sebuah padang tandus yang sulit ditemukan air dan tanaman. Ungkapan sedih ini terabadikan dalam QS. Ibrahim, yang berbunyi:

Wahai Rab kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman, di dekat rumah Engkau (baitullah) yang dihormati. Yang demikian itu agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rizkilah mereka dari buah-buahan, semoga mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim: 37)
  
Ujian pun datang menghampiri Siti Hajar dan Nabi Ismail hingga ditemukannya air Zam-Zam. Awalnya, Mata air Zam-zam diperlihatkan pertama kali oleh malaikat jibril ketika menolong Nabi Ismail yang sedang kehausan. Orang pertama yang meminumnya adalah Siti Hajar (ibunda Nabi Ismail) dan Nabi Ismail. Adapun suku yang pertama kali memanfaatkannya adalah Suku Jurhum saat kembali dari perjalanan dagang dari kota Syam. Sementara orang yang pertama kali menggali dan memperdalamnya adalah Nabi Ibrahim.
Ketika Nabi Ibrahim kembali menemui Nabi Ismail dan Siti Hajar, tempat tersebut telah berubah. Anak dan isterinya tidak lagi sendiri karena telah ada Suku Jurhum yang tinggal bersama mereka. Nabi Ismail telah tumbuh menjadi seorang remaja.

Betapa bahagia hati Nabi Ibrahim karena telah ada generasi yang akan melanjutkan dakwahnya kelak. Diajaknya Nabi Ismail untuk bersama-sama membangun Ka’bah. Namun, ujian kembali datang. Kali ini, Allah meminta Nabi Ibrahim untuk mengurbankan Nabi Ismail. Lewat mimpi, pesan itu datang dalam gambaran dirinya menyembelih Nabi ismail.

Sedih dan miris, itulah yang mungkin dirasakan Nabi Ibrahim. Di saat putera yang diidamkan selema berpuluh-puluh tahun hadir, kini sang putera justru harus dilepaskannya kembali. Namun, kecintaan kepada Allah Swt di atas segalanya. Dicobanya untuk berkomunikasi dengan Nabi Ismail. Hasilnya, putera Sang Nabi yang telah ditempa ujian keimanan itu pun menunjukkan ketaatan pada perintah Allah Swt.

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!’ Ia menjawab: ‘Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar’.” (QS. As-Shaffat : 102)

Dengan penuh keikhlasan dan berharap ridha dan cinta Allah Swt, Nabi Ibrahim melaksanakan perintah tersebut. Namun ketika pisau telah siap mengenai leher Nabi Ismail, seketika itu pula Allah Swt mencegah beliau:

Maka tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu", sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian.” (As-Shaffat, 103-108)

Nah, inilah ujian berupa pengurbanan jiwa untuk Allah yang pertama. Pengurbanan yang selalu diperingati dalam salah satu hari besar, yaitu Idhul Adha. Sebuah hari di mana para jamaah haji menyelesaikan hajinya dan menyembelih hadyu. Hari di mana umat Islam di seluruh dunia merayakan selesainya rangkaian ibadah haji yang telah dilakukan jamaah haji di tanah suci. (RA)
SalamHaji.com