Makam Alexander Agung (flickriver.com) |
Alexander the Great (wso.williams.edu) |
Umrah plus Mesir –
Sahabat wisata muslim tentu tidak asing dengan nama Alexander the Great atau
Alexander yang agung, bukan? Ya, dia adalah seorang penguasa sekaligus ahli
perang yang hebat di zamannya. Jika sahabat mengunjungi Mesir, di negeri inilah
letak makam dari tokoh besar ini. Menariknya, ada sebuah kisah seru yang
melatarbelakangi penguburan Alexander di bumi Mesir ini. Ingin tahu ceritanya?
Mari kita simak bersama.
Alexandria dan Misteri Makam Alexander Agung. Sejarah
mencatat, Alexander Agung lahir pada 20 Juni 356 SM. Putera pasangan suami-istri
Raja Macedonia, Fillipus
II dan
Olympias, ini menggantikan
kedudukan ayahnya pada tahun 336
SM. Tidak lama setelah naik tahta, ia menghadapi masalah besar ,yaitu pemberontakan
Athena dan Thebes. Namun,
pemberontakan itu berhasil ia padamkan dengan gemilang. Bahkan selanjutnya, ia melakukan ekspansi
militer ke berbagai
kawasan Persia, Mesir, dan India.
Ketika
berada di Babilonia, Alexander
Agung jatuh sakit dan akhirnya wafat pada tanggal
10 Juni
323 SM. Kala itu, usianya sekitar 33 tahun. Ia meninggalkan wilayah kekuasaan
yang membentang luas di tiga benua,
yaitu Eropa, Asia, dan Afrika. Sayangnya, ketiadaan ahli
waris menyebabkan timbulnya perpecahan dan pertempuran di antara para jendral Alexander.
Pada
saat itu, Aristander—penasihat spiritual
utama Alexander—menyatakan
bahwa negeri
yang menjadi tempat Alexander dikebumikan akan bernasib baik. Ramalan ini kian memicu persaingan
yang membara di antara
para jendral. Sebelum
meninggal, Alexander
agung pernah berpesan agar jenazahnya dikebumikan di sebuah kuil dewa Amon Ra, diujung Oasis Siwa yang
terletak di gurun
pasir Mesir-Libya. Kuil itu pernah ia kunjungi pada
tahun 331 SM setelah berhasil membebaskan Mesir dari tangan pasukan Persia. Konon, para pendeta kuil
tersebut telah
meramalkan pula kedatangan dan menyambutnya sebagai putra Ammon, sebuah pengakuan atas
kewibawaannya.
Perdicas, seorang jendral yang
sangat loyal terhadap ayah Alexander, Filippus II, dan menaruh perhatian
besar terhadap ramalan Arsitander, menentang wasiat Alexander. Bukannya
membawa jenazah Alexander ke Siwa, Perdicas justru memerintahkan supaya
jenazah Alexander dibawa ke Macedonia
untuk dikebumikan di Aegea, di lingkungan makam
keluarga kekaisaran Macedonia.
Namun,
pada saat iring-iringan jenazah itu tiba di Issum (kini Iskendrun, Turki) terjadilah sabotase
tidak berdarah atas iring-iringan tersebut.
Ketika itu Ptolomeus, sebagai penguasa Mesir, datang dengan
pasukannya untuk mencegat iring-iringan tersebut.
Hubungan antara Alexandria dan Misteri Makam Alexander Agung mulai terkuak. Dalam
bukunya yang berjudul Alexander the Great Mistery, T. Peter, seorang pakar sejarah
Yunani, menjelaskan bahwa Ptolomeus kemudian
memaksa iring-iringan tersebut beralih arah menuju ke selatan, yaitu Mesir. Meskipun sekilas tampak bahwa ia bermaksud memenuhi
pesan pribadi Alexander, tetapi Ptoloemus
sejatinya tidak ingin jenazah Alexander dikebumikan
di Siwa. Ptolomeus ingin jenazah Alexander dikebumikan di Alexandria. Namun, karena mausoleum untuk
sang raja belum dibangun di Alexandria, Ptoloemus kemudian
mengebumikan jenazah sang kaisar selama beberapa tahun di Memphis, ibukota lama kerajaan
Mesir.
Di
Babilonia, Predicas
mendengar kabar itu dan ia
pun langsung bertolak ke Mesir bersama pasukannya untuk memberikan hukuman
dan membawa kembali jenazah Alexander Agung.
Namun di tengah perjalanan, ia dibunuh oleh
beberapa perwiranya yang disuap oleh Ptoloemus. Sementara jendral-jendral yang lain tidak ada
yang tergerak untuk memindahkan Jenazah Alexander dari Mesir. Pada saat mauseloum di Alexandria
telah siap, jenazah
Alexander pun dipindahkan ke kota itu dan dikebumikan di sana.
Itulah
kisah di balik pemakaman
Alexander Agung di Sema (Alexandria-Mesir), bukan di Macedonia (Yunani). Di sisi lain, kota penuh pasir putih
yang indah dan elok ini memang memiliki sejarah panjang. Menurut torehan sejarah, Alexandria adalah kota
yang dibangun Alexander Agung,
di mana
penguasa penakluk tiga
benua ini ingin mengabadikan penaklukannya pada tahun 332
SM, pada
sebuah Megapolis baru yang ia bangun. Cikal
bakal kota itu sendiri didirikan di desa Rakhotis.
Setelah sang pendiri kota ini berpulang, Ptolomeus I yang
bergelar Soter, tampil
sebagai penguasa baru yang menggantikan
Alexander Agung. Ia pun memerintahkan seorang
arsitek terkemuka Yunani, Dinocrates, untuk merancang secara
cermat kota Alexandria baru. Kala itu, kota Alexandria
dilengkapi dengan dua jalan raya mulus selebar seratus kaki. Pusat kota yang terletak
di kawasan
Brukhion ini dilengkapi dengan
sederet kuil, gedung
teater, gedung
pemerintahan, istana
kaisar, kebun
binatang, museum, dan perpustakaan.
Selain
itu, Alexandria
juga diuntungkan dengan tumbangnya pusat kekuasaan di Phoenicia. Ditambah dengan tumbuhnya
perdagangan dengan berbagai kawasan di Eropa,
Alexandria berkembang dengan cepat menjadi kota
Metropolis. Tidak
heran bila pada masa itu banyak ilmuwan dan cendikiawan yang
datang seperti Aristrachus, Archimedes, Hirophilus, dan Euclides. Kota ini juga menjadi pusat ilmu
pengetahuan kaum Yahudi.
Posisi
Alexandria yang strategis menjadikannya kota paling memikat di
dunia. Selama tiga abad, kota ini meraih
prestasi sebagai pusat kebudayaan terpenting di dunia. Alexandria bak rumah
bagi beragam bangsa yang menganut berbagai agama dan pemikiran. Selain itu, kota ini menjadi pusat
kekaisaran Yunani serta pusat perkembangan ilmu dan perdagangan. Tidak heran bila pada
puncak keemasannya, para
pakar matematika dan cendekiawan
berdatangan ke kota itu, terutama
untuk menikmati perpustakaan Alexandria.
Kemajuan
yang dicapai Alexandria berakhir dengan runtuhnya kekuasaan dinasti Ptolomeus
pada 305-30 SM. Meredupnya
Alexandria ditandai dengan tragedi pembakaran perpustakaan Alexandria oleh
pasukan Julius Caesar yang datang ke Mesir pada 48 SM. Ketika itu, pasukan Caesar
berhadapan dengan pasukan Mesir dibawah kendali Achillas di pantai Alexandria. Perang besar pun tidak
terelakan. Berdasarkan
catatan Seneca, sejarawan
yang andil dalam ekspedisinya, tidak
kurang dari 400 ribu buku terbakar dalam
tragedi tersebut. Belakangan, Caesar meminta maaf
atas kejadian itu. Sebagai
gantinya, Marcus
Antonius yang datang setelah
Caesar menghadiahkan sekitar 200.000 buku dari Roma kepada penguasa Alexandria, Cleopatra VII Philopator.
Pengaruh
Romawi atas Alexandria kian menyurut pada 415 M. Dua abad kemudian, kota ini jatuh ke tangan pasukan Persia. Setelah beralih di bawah naungan kaum
muslimin pada 21 H/642 M, Alexandria menjadi
pusat perdagangan tekstil dan barang-barang mewah hingga saat ini.
Nah, sahabat wisata muslim. Itulah kisah antara Alexandria dan Misteri Makam Alexander Agung. Bagi sahabat yang ingin melihat langsung makam tersebut, paket wisata yang diselenggarakan Cheria Travel bisa dijadikan pilihan. Perjalanan wisata menjadi nyaman dan menyenangkan. Selamat berwisata! (Jng/RA)