Makam Imam asy-Syafi'i (imamshafai.com) |
Umrah plus Mesir –
Sahabat wisata muslim tentu pernah mendengar nama Imam asy-Syafi’i, bukan? Ya, Imam
Syafi’i adalah pencetus ilmu
ushul fiqih. Beliau lahir
pada tahun 150 H/767 M di Gaza, Palestina, dengan nama lengkap Abu
Abdullah ibn Idris ibn Utsman ibn Syafi’i
ibn al-Sa’ib ibn Ubaid ibn
Abd Yazid ibn Hisyam ibn Muthallib ibn Abd Manaf Al-Qurasy Al-Muthalibibi
Al-Maliki. ibunya
bernama Fatimah binti Abdullah ibn al-Hasn
ibn al-Husain ibn Ali ibn
Abu Thalib. Dengan
kata lain, dari
garis sang ibu, asy-Syafi’i adalah anak keturunan
pasangan suami-istri
Ali ibn Abi Thalib dan Fatimah binti Muhammad SAW.
Ketika
asy-Syafi’i masih berusia 2
tahun, ayah beliau
meninggal dunia. Oleh ibunya,
beliau dibawa ke Asqalan, Palestina, dan kemudian ke
Makkah. Menginjak remaja, beliau
diantarkan sang ibu ke Masjidil Haram
untuk menimba ilmu. Di
masjid itulah
ia menimba ilmu kepada sejumlah
ulama, antara
lain Ismail ibn Qunstanthin, Sa’d
ibn salim al-Qaddah, Daud ibn Abdurahman al-Aththar, Muslim ibn Khalid
al-Zanji, dan
Syufan ibn Uyainah. Beliau pun bisa
dengan cepat menguasai berbagai ilmu yang diajarkan.
Ketika
asy-Syafi’i berinjak dewasa di sekitar umur 20 tahun, beliau meminta izin kepada
ibunya untuk belajar kepada Imam Malik
ibn Annas di
Madinah al-Munawarrah. Ibunya memberikan izin
dan berangkatlah beliau ke kota Nabi. Begitu bertemu dengan
anak muda tersebut, sang imam benar-benar
terkesan dengan kepribadian, kecerdasan, dan perilakunya. Selain kepada sang guru, asy-Syafi’i juga menimba
ilmu kepada sejumlah ulama terkemuka di Madinah, antara lain Abdullah ibn Nafi, Muhammad ibn Said, Ibrahim ibn Yahya ash-Ashami, dan Abdul Aziz ibn
Muhammad ad-Darudi.
Setelah
tiga tahun menjadi murid Malik ibn Annas, asy-Syafi’i pun meminta izin kepada sang
guru untuk pergi belajar ke tempat
lain. Imam Malik pun mengijinkannya dan pergilah asy-Syafi’i ke
Kufah, Persia, Syam, dan kemudian kembali
ke Makkah. Setelah Imam Malik ibn Annas wafat, asy-Syafi’i melanjutkan
kelananya ke Yaman. Dari negeri terakhir tersebut, beliau kembali ke Makkah.
Perjalanan
panjang berikutnya mengantarkan asy-Syafi’i
menjadi Imam besar dalam menetapkan hukum. Ia memudahkan metode
Hijaz dan metode Irak, yakni
dengan memadukan antara
lahiriyah teks-teks landasan hukum Islam
dengan rasio. Selanjutnya, ia melakukan
perjalanan ke Mesir melalui Harran dan Syam. Ia
tiba di Mesir pada 26 syawal 198 H/21 Juni
814 M.
Pengembaraan
Imam Syafi’i berakhir pada tahun 204 H/820 M. Imam besar ini wafat
di al-Qarafah ash-Shugra, Mesir. Di sinilah sang imam besar dimakamkan. Beliau
meninggalkan sejumlah karya tulis seperti
Kitab
ar-Risalah, al-Ulum, sejumlah karya di bidang fiqih yang
dihimpun al-Bulquini (meninggal dunia pada
tahun 805 H/1403 M), dan
al-Fiqih al-Akbar fi at-Tauhid.
Tidak
lama setelah beliau wafat, masyarakat Mesir
membuatkan sebuah makam, bukan
sebuah Masjid. Selanjutnya makam
ini mengalami
pemugaran berkali-kali. Pada saat Dinasti Ayyubiyah
berkuasa pada tahun 609 H/1212 M,
makam Imam Syafi’i
dibangun kembali dan dilengkapi sebuah Masjid besar disertai sebuah kubah indah
yang menempati sebagian besar atap ruang shalat dalam masjid tersebut. Makam sang imam sendiri
tidak berada di bawah kubah, tetapi
berada di shahn masjid dengan
dikitari pagar besi. Adapun bangunan
yang saat ini ada merupakan
bangunan baru yang didirikan
dengan mengikuti rancangan bangunan lama.
Makam, yang sekaligus sebagai Masjid, ini mengalami
perkembangan lebih lanjut sepanjang masa pemerintahan Dinasti Mamluk. Sejak tahun 648 H/1250 M, setahap demi setahap
makam tersebut berubah menjadi kompleks bangunan yang terdiri dari sebuah
masjid besar, makam
kecil, dan madrasah. Selain itu, kompleks ini juga
dilengkapi klinik
atau rumah sakit.
Pada
tahun 803-813H/1400-1410M, Sultan
Barquq merenovasi kompleks pemakaman dan Masjid
Imam Syafi’i dengan
menambahkan berbagai bangunan
seperti madrasah, sabil, tempat sang sultan di luar ruang shalat, dan maqad (sebuah ruangan yang
memiliki balkon lapang di lantai kedua sebuah rumah atau di atas atap masjid) di
lantai atas yang menjadi tempat pertemuan para penguasa, pejabat, dan ilmuwan. Selain
itu, tempat ini juga dipakai untuk pertemuan para ulama
selepas shalat Jumat dan hari raya. Kompleks tersebut
dibangun sangat selaras dan menawan.
Dilihat
dari kompleks makam Imam asy-Syafi’i, ke arah sungai Nil atau
sebelah baratnya, terdapat
sebuah kompleks yang lebih
kecil, tetapi sangat indah dan
memikat. Kompleks tersebut adalah
Masjid Sultan Qait Bey.
Di antara
kompleks-kompleks tersebut, kompleks yang
paling besar adalah kompleks masjid yang didirikan Sultan Qulawan di St. Kairo, Gamaliyah. Kompleks
tersebut merupakan kompleks terbesar yang pernah ada di Mesir. Di dalam kompleks tersebut
terdapat sebuah Masjid luas dengan ruang shalat
mewah yang dihiasi sebuah kubah besar.
Kubah tersebut bertumpu di atas enam penyangga
dari batu yang ditopang enam tiang dari pualam.
Nah,
sahabat wisata muslim, itulah sekilas gambaran kompleks makam Imam Syafi’i,
seorang mujtahid dan ahli fikih yang sangat kita kenal namanya. Jika ingin
berkunjung ke makam ini, paket umrah plus Mesir bisa menjadi pilihan yang
bagus. Bersama Cheria Travel, wujudkan ibadah dengan tenang dan wisata yang
nyaman. (Jng/RA)