Haji dan Umrah -Arab Saudi merupakan negara yang begitu populer di kalangan umat islam di seluruh penjuru dunia. Di sinilah awal perkembangan agama Islam. Menyinari kehidupan penduduk Arab yang kala itu masih jahiliyah, menuju negeri yang berlimpah keberkahan. Di sinilah ibadah haji dan umrah dilaksanakan. Nah, bagi mitra haji dan umrah yang hendak bepergian ke Arab Saudi, tak ada salahnya jika kita memperhatikan budaya yang ada dan berlaku di sana.
Bahasa
Dilihat dari sisi bahasa, secara umum bahasa Arab
memiliki dua macam, yaitu bahasa Arab fushah
(bahasa arab standar/baku) dan bahasa arab amiyyah
(bahasa arab pasaran). Bahasa Arab fushah
umumnya digunakan dalam komunikasi resmi, misalnya di sekolah, kantor, dan
ruang publik formal lainnya. Sementara bahasa Arab amiyyah digunakan untuk
keperluan komunikasi atau percakapan sehari-hari.
Pola
komunikasi
Secara umum, pola komunikasi orang Arab termasuk
tipe komunikasi yang sangat ekspresif. Tipe ini memadukan bahasa verbal dengan
nonverbal sekaligus, seperti berbicara dengan mimik, gerak tubuh (gesture), dan pendukung nonverbal
lainnya untuk meyakinkan lawan bicaranya.
islamzpeace.com |
Meski pada umumnya warga Saudi beragama islam, tidak berarti cara dan etika mereka dalam berkomunikasi selalu santun. Sebagian dari mereka berkomunikasi berdasarkan budaya, sama seperti di Indonesia. Hal ini penting dipahami oleh orang-orang yang berziarah atau berkunjung ke Arab Saudi, baik untuk menunaikan ibadah haji atau umroh. Hal ini berguna untuk mengatasi kesalahpahaman dan konflik yang mungkin muncul saat berhubungan dengan orang arab.
Gaya komunikasi orang arab tidak berbicara apa adanya, kurang jelas, dan kurang langsung. Umumnya orang Arab Saudi suka berbicara berlebihan dan banyak basa-basi. Sebagai contoh, jika seorang arab Saudi bertemu dengan temannya utuk sekadar tanya kabar, tidak cukup dengan satu kali ungkapan, tapi berkali-kali agar tidak terjadi kesalahpahaman dan meyakinkan. Jadi yang semestinya kata “iya” berarti ya, bukan sebaliknya.
Masih banyak isyarat nonverbal khas Arab lainnya yang berbeda dengan isyarat nonverbal khas Indonesia. Sebagai contoh, sebagai pengganti kata-kata”tunggu sebentar” ketika dipanggil atau sedang menyebrangi jalan (sementara kendaraan datang mendekat), orang Arab Saudi akan menguncupkan semua jari-jari tangannya dengan ujung-ujungnya menghadap ke atas.
Ketika bertemu dengan kawan akrab, mereka terbiasa saling merangkul seraya mencium pipi mitranya dengan bibir. Bisa jadi ini dianggap perilaku nyeleneh oleh bangsa lain, termasuk orang Indonesia. Memang, orang lain yang tidak memahami budaya Arab akan menganggap prilaku tersebut sebagai perilaku menyimpang.
Oleh sebab itu, jika bersama orang Arab kita harus tahan berdekatan dengan mereka. Jika menjauh, orang Arab akan tersinggung karena menyangka kehadiran fisiknya menjijikan kita atau kita dianggap orang dingin yang tidak berperasaan. Begitu lazimnya orang Arab saling berdekatan dan bersentuhan sehingga senggol-menyenggol di mana pun di Arab Saudi merupakan hal biasa yang tak perlu mereka iringi dengan permintaan maaf.
Sejak kanak-kanak, orang Arab Saudi dianjurkan untuk mengekspresikan perasaan mereka apa adanya. Sebagai contoh, berteriak atau menangis. Orang Arab terbiasa bersuara keras untuk mengekspresikan kekuatan dan ketulusan. Apalagi kepada orang yang mereka sukai. Bagi orang Arab, suara lemah dianggap sebagai kelemahan atau tipu daya. Sementara bagi orang selain Arab, suara keras mereka boleh jadi ditafsirkan sebagai bentuk kemarahan.
Tidak heran jika banyak yang mengira ketika seorang pegawai Arab, misalnya sedang memeriksa paspor, terlihat seperti orang yang sedang marah. Akibatnya banyak jamaah haji yang belum memahami bahasa Arab mengidentikan suara orang arab yang keras sebagai bentuk kemarahan. Padahal orang-orang arab itu tidak sedang marah. Sebaliknya, jika seorang laki-laki berada di tanah suci memberikan senyuman kepada lawan jenisnya yang bukan muhrim akan di anggap sebuah ”godaan” akan menimbulkan kesalahpahaman, meskipun sama-sama muslim. Oleh karena itu, tak perlu sok ramah, berlama-lama memandang, apalagi menggoda atau mengganggu perempuan di negeri ini.
Lalu
lintas
Aturan/rambu-rambu lalu lintas yang berlaku di Arab
Saudi berbeda 180 derajat dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Di
Indonesia, setiap pengguna jalan umum, baik kendaraan pribadi ataupun umum
semua wajib berada di jalur kiri jalan (kemudi berada di bagian kanan).
Demikian pula untuk menaikkan atau menurunkan penumpang. Semua berada di jalur
kiri. Berbeda dengan Arab Saudi. Semua pengguna jalan, termasuk aktivitas
menaikkan atau menurunkan penumpang, berada di jalur kanan jalan.
Privasi
Bagi orang Arab Saudi, rumah betul-betul menjadi
bagian privasi yang tak semua orang bisa mengakses bagian dalamnya dengan
mudah. Setiap rumah selalu ditutup pagar tembok tinggi dengan pintu gerbang
yang berlapis-lapis. Setiap yang ada di balik tembok merupakan privasi yang
tidak boleh di akses publik. Hal ini memang sejalan dengan syariah Islam yang
membatasi hubungan antara pria dan wanita. Terutama terkait dengan masalah
aurat dan interaksi. Jadi disarankan untuk tidak melongok-longok mengamati di
depan pintu orang Saudi. Anda bisa dikira maling atau penculik yang sedang
mengintai mereka.
Busana
Hampir semua busana
orang Arab Saudi sama, yaitu pakaian putih yang biasa di sebut ”tsaub”. Selain itu, mereka menggunakan
sorban motif kotak-kotak kecil berwarna merah-putih yang diikat dengan “igal” di kepala. Biasanya penampilan
tersebut membuat orang Indonesia minder sehingga oknum arab sering menggunakanya untuk
menekan. Tidak perlu rendah diri karena idealnya kita berdiri sama tinggi duduk
sama rendah dan tetap menjunjung etika pergaulan global. (RA)