Masjid Biru Sultan Ahmad (privateistanbultours.com) |
Masjid Biru Sultan Ahmad -
Masjid Biru
berlokasi di Sultan Ahmet Square,
sekaligus menghiasi dan menambah keindahan Sultan
Ahmet Square. Inilah salah satu masjid, di antara dua masjid di
Turki, yang memiliki enam
menara. Empat menaranya menjulang tinggi
dengan tiga balkon dan dua menara lainnya
memiliki dua balkon.
Sebutan Masjid Biru diberikan berdasarkan kubah penutupnya yang berwarna biru. Masjid ini dibangun Sultan Ahmad pada tahun 1609-1612M untuk menandingi Hagia Sophia (gereja Byzantium) yang dibuat oleh Kaisar Byzantyium, yaitu Constantine I yang berada di lokasi masjid tersebut.
Sahabat
wisata muslim, ada cerita di seputar pendirian enam menara masjid ini.
Ceritanya, Sultan Ahmad mengatakan kepada sang
arsitek untuk membuat menara dengan dilapisi emas atau dalam bahasa Turkinya disebut dengan
“altin”. Namun, sang arsitek salah dengar dan yang ia tangkap adalah “alti”,
bukan altin, yang berarti enam.
Rancangan
masjid dengan enam menara pun dibuat. Namun, sang arsitek segera menyadari
kesalahannya. Dengan menundukan kepala, ia pun berucap pelan kepada
sang sultan, ”Paduka, apakah kepala saya akan
dipancung?”
Sang
sultan pun menjawab, ”Tidak!”
Sultan
Ahmad justru terlihat sangat senang dengan rancangan masjid enam menara
tersebut. Menurut sejarah arsitektur, masjid-masjid di Turki
mengikuti dua gaya,
yaitu gaya arsitektur Saljuq
dan Turki Utsmani. Adapun Masjid
Biru Sultan Ahmad mengikuti gaya
arsitektur Turki Utsmani
Konon,
ada satu menara lagi yang dirancang untuk Masjid
Biru Sultan Ahmad, sehingga jumlah
menaranya menyamai Masjidil
Haram di Makkah. Namun, rencana Sultan Ahmad tersebut mendapat
kritikan sehingga beliau menyumbangkan biaya pembuatan menara ketujuh untuk
Masjidil Haram.
Sultan's Chain (http://twicsy.com) |
Ada
hal unik yang ditemui pada Masjid Biru Sultan Ahmad, yaitu adanya rantai
besi yang berada di depan
pintu gerbang masjid sebelah barat.
Pada masa itu, hanya Sultan Ahmad yang boleh masuk
dengan mengendarai kuda. Rantai
itu dipasang agar sultan menundukan kepalanya saat melintas masuk agar tidak
terantuk rantai. Ini
menyimbolkan sebagai kerendahan penguasa
terhadap kekuasaan Allah swt.
Menurut
Prof. Dr. Husain Mu’nis dalam
karyanya al-Masajid, gaya arsitektur Turki Utsmani merupakan lanjutan dari
gaya arsitektur Saljuq. Gaya tersebut terbentuk selama
perluasan wilayah yang dilancarkan Dinasti Utsmaniyyah di Asia kecil sepanjang
penggal kedua abad ke-13 M. Corak
arsitektur Turki
Utsmani juga mengalami perkembangan
pada bangunan-bangunan berikutnya. Corak
itu menyajikan keindahan yang luar biasa pada Masjid Hijau (Yesil Camii), yang desainnya
dirancang seorang arsitek terkemuka Turki yang
bernama Haci Ivaz pasya. Seperti halnya sejumlah masjid
yang dibangun Dinasti Utsmaniyyah
lainnya,
pada Masjid Biru Sultan Ahmad terlihat corak arsitektur Saljuq lama dengan
polesan gaya arsitektur Mamluk yang bisa
dilihat dengan jelas.
Dalam
perkembangan selanjutnya, corak
arsitektur Turki Utsmani tetap mewarnai sejumlah bangunan yang didirikan
Dinasti Utsamaniyyah di Istanbul. Hal
ini tampak jelas pada madrasah-madrasah Mahmud Pasya (869 H/1464 M) dan
Murad Pasya (903
H/1497 M). Namun, masjid-masjid
megah yang didirikan Dinasti Utsmaniyyah mulai terpengaruh arsitektur Hagia
Sophia, setelah dinasti ini
menjadi imperium besar.
Sejumlah
masjid Utsmaniyyah yang tetap
dalam keadaan aslinya di antaranya
adalah Masjid Sultan Bayazid (907-911 H/1501-1507 M) yang terletak tidak
jauh dari Grand Bazaar,
Istanbul. Masjid ini dirancng oleh
seorang arsitek terkemuka,
yaitu Yaqub Syah bin Sultan Syah. Gaya
arsitektur masjid ini
meniru Hagia Sophia. Pada bagian ruang
tengah masjid ini terdapat ruang yang
sangat lapang,
yang di atasnya
terletak separuh kubah. Adapun pada kedua sisi ruang
tersebut membentang
sebuah ruang samping. Di
kedua sudut bagian muka masjid itu terdapat dua menara tinggi menjulang, laksana pensil panjang yang menusuk angkasa.
Dengan
berkembangnya zaman, dunia arsitektur
Dinasti Utsamniyyah menapaki
perkembangan yang luar
biasa. Hal ini tak lepas dari sentuhan
tangan seorang arsitek genius yang setara dengan para arsitek terkemuka pada
masa Renaisans yang menghias kota Roma.
Seorang arsitek yang mengukir nama besarnya di puncak-puncak
pencapaian bidang Arsitektur. Dialah Sinan Pasya yang wafat pada tahun 989 H/1578 H.
Sampai
saat ini, Masjid
Biru tetap digunakan
sebagai tempat ibadah. Pemandangan
pertama saat memasuki kompleks masjid ini yaitu taman
bunga yang dilindungi pepohonan yang rindang.
Selain itu, terlihat tempat wudhu yang berderet di sisi depan. Selanjutnya, kita akan
melihat banyak interior masjid yang dihiasi dengan 20.000 kramik dari Iznik, kawasan Turki. Terdapat pula pilar marmer dan lebih dari 200 jendela
kaca patri dengan desain yang memancarkan cahaya dari luar dengan bantuan Chandeliers. Untuk menghindari laba-laba yang bersarang, bagian dalam
Chandeliers
diletakkan telur burung unta.
Interior Masjid Biru (smithsonianmag.com) |
Ada
pula mihrab yang terbuat dari marmer yang dipahat dengan
hiasan stalaktit,
double
incritive
panel
di atasnya, serta tembok yang di sekitarnya dipenuhi
dengan karamik. Untuk
menghormati masjid tersebut, para
wisatawan diharuskan berpakaian yang sopan dan rapi saat memasukinya. Untuk wanita diwajibkan mengenakan
kerudung. Untuk hal tersebut, terdapat
penjaga yang bertugas mengingatkan jamaah/wisatawan untuk mengenakan pakaian sesuai peraturan.
Biasanya,
wisatawan muslim langsung melaksanakan sahalat
sunnah tahiyat masjid dan sebagian lagi memandang masjid dari shaf belakang.
Nah,
sahabat wisata muslim, demikian edisi Wisata ke Masjid Biru Sultan Ahmad. Masjid yang dibangun Sultan Ahmad ini
bisa dinikmati saat kita berwisata ke Istanbul, Turki. Sahabat bisa mengambil
paket umrah plus turki yang diadakan Cheria Travel untuk mendapatkan kenyamanan
saat beribadah dan berwisata. Ibadah tenang, wisata nyaman. Selamat berwisata.
(Jng/RA)