Whirling dervishes (http://www.theguideistanbul.com) |
Umrah plus Turki -
Ingin Menikmati Lagu dan Tarian Darwish di Hodjapasha Art and Culture Center? Bisa saja. Hodjapasha
Art and Culture yang terletak di Sirkeci, Istanbul, ini merupakan gedung seni
dan kebudayaan. Bangunan
dengan dua lantai dan satu
kubah tersebut dibangun oleh seorang arsitek terkemuka Turki bernama Sinan
Pasya pada tahun 1430 H/2009 M. Awalnya,
bangunan ini digunakan
sebagai tempat mandi Sauna ala Turki.
Ahmad
Usmani Rofi’i (penulis buku sejarah
Nabi Muhammad) mengatakan bahwa ketika dia bersama istri dan rekannya melintasi gedung
tersebut, saat itu sedang
berlangsung sebuah pertunjukan musik sufi dan whiliring dervishwes ceremony. Selain di gedung tersebut, konser dan tarian itu
juga ditampilkan di Bait
al-Suhaimi dan Nile Dinner Crusie, Kairo. Sebagian besar para penikmatnya adalah para turis
asal Jepang dan Eropa.
Menikmati Lagu dan Tarian Darwish di Hodjapasha Art and Culture Center memang memberikan kesan tersendiri. Suasana
ruangan itu benar-benar hening. Tepat
pukul 19.30, cahaya
lampu mulai diredupkan,
kecuali lampu sorot yang diarahkan ke tempat pertunjukan. Tak lama kemudian, lima orang dengan jubah
hitam dan topi felt merah tinggi masuk ke pentas. Mereka langsung menuju
lima kursi yang disediakan di depan
para penonton dan mengambil peralatan musik
yang tersedia. Ternyata mereka para pemain musik yang akan
mengiringi para penari tarian putar. Satu
orang memegang kendang kecil, satu
orang memegang kecapi Arab, satu
orang memegang tambur,
dan dua orang memegang seruling panjang.
Pertunjukan pun dimulai. Salah seorang di antara kelima orang itu
mengawali pertunjukan dengan lantunan shalawat kepada Nabi Muhammad Saw. Setelah lagu shalawat tersebut, terdengar
lagu yang menyayat hati ke seluruh
ruangan yang bercorak arsitektur Turki. Suasana
dalam ruangan terasa sangat hening. Tak ada yang terdengar, selain alunan lagu.
Tidak
lama kemudian, terlihat empat
orang lain masuk ke ruangan. Seperti
kelima orang sebelumnya, keempat orang
itu mengenakan topi felt merah tinggi dan jubah berwarna hitam. Topi felt merah tinggi
melambangkan nisan manusia yang banyak melakukan
kesalahan.
Setelah
memberikan penghormatan kepada kelima orang yang
memainkan musik dan para penonton, mereka menyilangkan kedua tangan di
dada, lalu
membungkuk. Ini
diibaratkan kesaksian pada
keesaan Allah Swt. Kemudian
mereka membuka jubah hitam
yang mereka kenakan dan duduk. Kini, mereka tinggal
mengenakan baju putih
yang dilapisi
rompi putih serta bawahan putih yang mirip rok lebar menjuntai. Kain putih merupakan simbol kain kafan yang
nantinya bakal dibalutkan ke tubuh
manusia ketika dikuburkan. Sementara jubah
hitam merupakan simbol energi negatif.
Sahabat
wisata muslim, tarian putar ini pernah dilarang Mustafa
Kemal Ataturk pada tahun 1391
H/1923 M dan baru boleh ditampilkan kembali pada 1373 H/1954 M. Pertunjukan tarian dimulai
oleh tiga orang dengan gerakan pelan melawan arah jarum jam. Bawahan mirip rok yang
mereka kenakan pun pelan-pelan mulai melayang. Pada akhirnya, bawahan itu mengembang
bagikan kipas putih yang berputar sangat cepat dan terlihat sangat indah. Adapun satu orang lagi mengikuti
setelah putaran ketiga orang tersebut kencang.
Mereka
terus berputar dan
berputar dengan tangan kanan menengadah ke atas sebagai simbol kesiapan untuk
menerima petunjuk dari sang pencipta.
Sementara tangan kiri mejuntai ke bawah sebagai simbol penyebaran
energi positif sekaligus menyerap energi negatif dari dan ke setiap hati manusia. Gerakan yang melawan arah jarum jam
itu seperti gerakan orang yang sedang melaksanakan tawaf. “Apakah itu yang membuat
mereka tidak cepat lelah?”
ujar Ahmad Usmani Rofi’i.
Para
penonton disuguhi tarian ini selama satu
jam. Usai
pertunjukan yang diakhiri dengan pembacaan beberapa ayat al-Qur’an, para penonton pun
berdiri dan kemudian memberikan tepukan tangan untuk mereka. Itulah pertunjukan yang
dinisbatkan kepada seorang sufi terkemuka,
Jalaludin ar-Rumi.
Sahabat
wisata muslim, di balik tarian
tersebut ternyata terdapat
nilai filosofi. Menurut para sufi
Mevlevi, dalam tulisan Nevitt O. Ergin dan Will Jhonson
dalam sebuah karya bersama mereka berjudul Rubaiyat
Rumi-Insace with Love, segala sesuatu di jagat
ini dari atom terkecil sampai planet terbesar, berputar pada sumbunya. Gerakan revolusi yang
terus-menerus tidak pernah
berhenti begitu mendasar bagi kerja alam semesta. Hanya melalui partisipasi secara sadar
kepada gerakan ini, pengikut sufi
berpendapat bahwa mereka bisa bersatu bersama energi Tuhan. Melalui upacara dan
praktik berputar-putar, para penari darwish bisa meninggalkan
dunia dan meloncat ke alam
lain yang di dalamnya
bisa dirasakan begitu kuat aliran deras kemanunggalan dan energi fana.
Banyak
perbedaan pendapat yang muncul
tentang bagaimana dan dari mana
praktik berputar-putar itu masuk ke dalam
kehidupan
ar-Rumi. Beberapa penulis kronik
mengatakan, salah
satunya yaitu Syamsuddin at-Tabrizi mengajarkan tarian tersebut kepada
ar-Rumi. Pendapat lain mengatakan bahwa tarian tersebut berawal ketika ar-Rumi berduka saat kepergian dan hilangnya Samsuddin at-Tabrizi. Menurut keterangan tersebut, ar-Rumi berada di kebun pada suatu
sore ketika ia sendirian dan hanya
ditemani rasa duka. Di kebun itu terdapat
pilar tinggi, di mana satu pilar dengan yang lainnya
dihubungkan terali yang menjadi tempat merambatnya anggur dan daun ara. Ar-Rumi bersandar pada
pilar-pilar itu, menangis, dan tubuhnya bergetar. Sambil
memegang salah
satu pilar dengan satu tangan, ia
mulai berputar mengelilingi pilar tersebut.
Semakin lama, ia berputar semakin cepat dan tidak kuasa dihentikannya sampai
duka dan sakit yang ia rasakan hilang.
Nah, bagi sahabat wisata muslim yang ingin Menikmati Lagu dan Tarian Darwish di Hodjapasha Art and Culture Center, bisa langsung berkunjung ke pusat kekhilafahan Islam terakhir, Turki. Selamat berwisata! (Jng/RA)
Nah, bagi sahabat wisata muslim yang ingin Menikmati Lagu dan Tarian Darwish di Hodjapasha Art and Culture Center, bisa langsung berkunjung ke pusat kekhilafahan Islam terakhir, Turki. Selamat berwisata! (Jng/RA)